Cukai Rokok Tambal Defisit BPJS hingga Protes Mantan Napi Tak Boleh Ikut CPNS

Ilustrasi: Reuters

Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah meneken Peraturan Presiden (Perpres) baru soal pemanfaatan cukai rokok dari daerah untuk menutup defisit keuangan Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.

Sementara itu, pemerintah kembali berencana memisahkan pusat pemerintahan dengan pusat bisnis yang ada di Jakarta. Salah satu caranya adalah dengan memindahkan ibu kota negara dari Jakarta menuju Palangkaraya, Kalimantan Tengah.

Di sisi lain, isu pendaftaran Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) menjadi perbincangan hangat di media sosial , twitter. Terbaru adalah pembahasan mengenai tidak bolehnya mantan narapidana mengikuti seleksi, sekalipun catatan hitam di kepolisian tergolong ringan sekalipun.

Ketiga berita tersebut merupakan berita-berita populer selama akhir pekan kemarin di kanal Okezone Finance. Berikut berita selengkapnya:

Presiden Jokowi Teken Perpres Cukai Rokok untuk Tutupi Defisit BPJS Kesehatan

Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Johan Budi Sapta Prabowo memastikan Kepala Negara telah menandatangani perpres tersebut. Meski begitu, dia belum mengetahui nomor dan isi dari perpres tersebut.

"Perpres sudah ditandatangani dan sedang diundangkan di Kumham," ujar Johan Budi saat dikonfirmasi, Selasa (18/9/2018).

Dengan perpres ini, nantinya penerimaan cukai rokok akan dialokasikan ke program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan BPJS Kesehatan. Sementara itu, pemerintah pusat memperkirakan pada tahun ini jumlah penerimaan pajak rokok sekitar Rp13 triliun.

Wakil Menteri Keuangan Mardiasmomenuturkan perpres baru yang diteken Jokowi ini merupakan perubahan atas Perpres Nomor 12 Tahun 2013 tentang JKN.

Mardiasmo menjelaskan dengan perpres baru ini, pemerintah pusat bisa menggunakan pajak rokok yang merupakan hak pemerintah daerah dari tingkat provinsi hingga Kota/Kabupaten untuk program JKN, termasuk untuk membantu menutup defisit keuangan eks

PT Asuransi Kesehatan (Askes). Adapun mekanismenya, dari 50 persen penerimaan pajak rokok daerah sebanyak 75 persennya akan dialokasikan untuk program JKN.

Ibu Kota Pindah, Wali Kota Palangkaraya: Kami Tak Ingin Bernasib seperti Jakarta

Pemerintah kembali berencana memisahkan pusat pemerintahan dengan pusat bisnis yang ada di Jakarta. Salah satu caranya adalah dengan memindahkan ibu kota negara dari Jakarta menuju Palangkaraya, Kalimantan Tengah.

Wali Kota Palangkaraya Riban Satia mengatakan, rencana pemindahan ibu kota sangat disambut baik oleh warga Kalimantan Tengah khususnya Palangkaraya. Namun dalam pemindahan ibu kota harus benar-benar dikaji secara serius dan tidak dilakukan setengah-setengah.

Hal tersebut agar ibu kota baru nanti bisa bertahan dalam jangka waktu yang lama hingga ratusan tahun. Jangan sampai karena perencanaannya yang kurang matang, ibu kota akan kembali dipindah-pindah.

"Kotanya (Palangkaraya) masih mungkin untuk kami tata. (Jangan sampai) nanti sudah dipindahkan ke Kalteng, dipindah lagi ke kota lain," ujarnya dalam sebuah diskusi di Hotel Pullman Thamrin, Jakarta, Selasa (18/9/2018).

Menurut Riban, ada baiknya sebelum ibu kota dipindahkan ke Palangkaraya, infrastrukturnya sudah betul-betul matang. Seluruh fasilitas publik seperti jalan, Bandara sudah dibangun lebih dahulu.

"Ini pemindahan ibu kota ada kaitannya dengan jumlah penduduk, infrastruktur dan lain-lain," jelasnya.

Jangan sampai, Palangkaraya nantinya bernasib sama seperti Jakarta ketika sudah menjadi Ibu Kota. Artinya, tidak ada perencanaan sama sekali dalam membangun kota.

Sebagai salah satu contohnya adalah, pembangunan infrastruktur seperti kereta Masa Rapid Transit (MRT) hingga Light Rail Transit (LRT) yang baru dilakukan pada tahun-tahun ini. Yang mana menurutnya, hal tersebut sudah sangat tepat untuk dilakukan.

"Kami ke depan tidak ingin Palangkaraya itu seperti Jakarta," ucapnya.

Persoalan lain yang perlu diperhatikan adalah mengenai rencana tata ruang wilayah kota (RTRW-K). Ini menurutnya menjadi dasar dalam pengembangan wilayah.

"Palangkaraya merupakan sebuah kota yang sering kita dengar atau sering kami sampaikan ada tiga wajah kotanya, ada wajah desa, dan juga wajah hutannya masih sangat dominan," jelasnya.

Netizen Protes Gara-Gara Mantan Napi Tak Boleh Ikut CPNS

Isu pendaftaran Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) menjadi perbincangan hangat di media sosial , twitter. Terbaru adalah pembahasan mengenai tidak bolehnya mantan narapidana mengikuti seleksi, sekalipun catatan hitam di kepolisian tergolong ringan sekalipun.

Okezone pun mencoba menelusuri cuitan dari netizen tentang tidak bolehnya mantan narapidana ikut mendaftar di CPNS 2018. Kebanyakan dari suara mereka adalah mempertanyakan keputusan tersebut.

Bahkan tak jarang cuitan Netizen membandingkan dengan politisi politisi di Indonesia. Yang mana banyak sekali bekas narapidana bisa menjadi calon kepala ataupun wakil kepala daerah.

Seperti yang diungkapkan oleh Ridho Ardian Pratama dengan akun twitter @ridho_ardian. Dirinya mempertanyakan mengapa kalau syarat tersebut tidak diberlakukan pada calon anggota legislatif.

"Kalau nyaleg boleh gitu? Padahal legislator punya fungsi legislasi (pembuat UU), pengawasan & badgetnya. Bobot kerjanya lebih kualitatif, malah bisa diisi mantan narapidana. Terlebih lagi Napi koruptor. Gila!!!!! Bekas narapidana dilarang ikut pendaftaran CPNS," Twitter Ridho Ardian, Jumat (21/9/2018).

Netizen lainnya bernama Hanif dengan akun @perangdunia juga ikut menyampaikan kekesalannya. Dirinya mempertanyakan mengapa bekas koruptor bisa menjadi calon anggota legislatif, tapi masyarakat umum yang sudah memiliki catatan hitam sedikit sekalipun tak bisa ikut CPNS.

"Bekas narapidana dilarang ikut CPNS bekas koruptor boleh ikut nyaleg. Maka dari itu, daripada mencuri ayam, lebih baik mencuri uang rakyat," cuitnya.(kmj)

source : economy.okezone.com

Post a Comment for "Cukai Rokok Tambal Defisit BPJS hingga Protes Mantan Napi Tak Boleh Ikut CPNS"